Tuesday, December 17, 2013
Makalah Peranan Iptek Dalam Meningkatkan SDM indonesia
Monday, November 11, 2013
Pengelolaan Bisnis Asuransi (Topik 5)
- Sistem ekonomi masyarakat berbentuk sistem perekonomian bebas
- Masyarakatnya sudah sangat maju dan merupakan masyarakat industri
- Peraturan perundang-undangan sudah terorganisir dengan baik
- Keinginan untuk memberi kepastian
- Memberikan rasa aman
- Kekhawatiran dan ketakutan akan risiko
- Keseimbangan ekonomi yang optimal
- WNI dan atau badan hukum Indonesia yg sepenuhnya dimiliki WNI dan atau BH Indonesia.
- Perusahaan perasuransian yang pemiliknya sebagaimana angka 1 diatas, dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
- Setiap usaha perasuransian wajib mendapat izin dari Men Keu, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial.
- Pemberian ijin harus dipenuhi persyaratan:
- Anggaran Dasar.
- Susunan organisasi
- Permodalan.
- Kepemilikan.
- Keahlian di bidang perasuransian.
- Kelayakan rencana kerja.
- Hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha perasuransian yg sehat.
- Perusahaan Perseroan (Persero).
- Koperasi.
- Perseroan Terbatas.
- Usaha Bersama (Mutual)
- Badan Usaha Milik Negara
- Stock Company
- Reciprocal
- Usaha Asuransi Kerugian, jasa dalam penanggulangan risisko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa tidak pasti.
- Usaha Asuransi Jiwa, jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup/matinya orang yang dipertanggungkan.
- Usaha Reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Asuransi Jiwa.
repository.binus.ac.id/.../J014239938.7.Pengelolaan_b...
(TOPIK 1) PRINSIP-PRINSIP PENGIDENTIFIKASIAN RESIKO
Wednesday, July 24, 2013
100 Langkah untuk Tidak Miskin : Ayunan Langkah Jitu untuk Membuat Anda Makmur
Anda orang idealis dan ingin ikut membantu program pemberantasan kemiskinan di tanah air? Ada satu cara paling jitu yakni : membuat diri Anda sendiri untuk tidak masuk golongan orang miskin.
Benar sodara-sodara, jangan sampai kebangkitan kelas menengah Indonesia yang riuh rendah ini meninggalkan Anda jauh di belakang. Jangan sampai lentingan kemakmuran yang terus melaju di negri ini, meninggalkan Anda terpuruk dalam bayang-bayang kemiskinan.
Dalam sajin kali ini, saya mau berbagi beragam langkah ampuh yang bisa membuat kita tidak jatuh miskin. Kalau Anda mau miskin, jangan teruskan membaca tulisan ini. Kalau mau makmur, ya monggo. Silakan di-seruput dulu teh hangatnya.
Sajian kali ini sejatinya berangkat dari sebuah buku keren berjudul : Untuk Indonesia yang Kuat : 100 Langkah untuk Tidak Miskin. Buku ini ditulis oleh financial independent panner kondang Ligwina Hananto.
Dalam buku bagus ini, Ligwina Hananto mengeskplorasi pentingnya kesadaran finansial bagi keluarga muda kelas menengah di Indonesia.
Kesadaran pengelolaan keuangan keluarga yang rapi dan jitu sungguh krusial. Agar kita tidak terus termehek-mehek dalam urusan finansial : tabungan cuma 5 juta perak (oh), mau nyicil rumah ndak sanggup (ah), dana pendidikan anak belum kepikir (doh), apalagi boro-boro beli emas untuk investasi (dah).
Bagian yang paling menarik dari buku itu saya kira adalah ketika Ligwina mendedahkan 100 Langkah untuk Tidak Miskin. 100 langkah ini dimulai dari no 1 (yang paling basic), terus meningkat ke langkah 50 (menuju makmur) hingga langkah 100 (dimana financial freedom tergapai dengan penuh kegemilangan).
Dalam sajian ini, saya coba mengulik beberapa langkah saja yang dibeberkan dalam buku itu; lengkap dengan nomer urutnya (so, urutannya melompat-lompat karena nomer urutan saya ambil sesuai yang ada dalam buku).
Langkah 1 : Memiliki Penghasilan. Ini langkah pertama paling basic yang dicantumkan dalam 100 langkah untuk tidak menjadi miskin. Benar sekali, punya penghasilan (sukur jumlahnya besar) adalah langkah paling awal dan hakiki untuk merancang kemakmuran. Kalau ndak punya penghasilan, mau makan apa?
Lalu, berapa penghasilan yang memadai itu? Kebetulan saya sudah pernah membahasnya disini (Berapa Penghasilan Minimal untuk Hidup dengan Layak?). Bocoran jawabannya : 15 juta per bulan. Jangan terkejut dong.
Langkah 5 : Utang Kartu Kredit Lunas Setiap Bulan. Nah ini nih. Faktanya, sekarang banyak karyawan/manajer/pengusaha yang terjerat utang kartu kredit dengan beban bunga yang oh tega nian kau cekik leherku.
Yang salah ya yang pegang kartu kredit, bukan bank-nya : gesek sana, gesek sini, seolah-olah uang dari langit akan turun untuk melunasinya. Memang uang dari hongkong??
Langkah 38 : Mampu Menyisihkan 20% Penghasilan Bulanan untuk Investasi. Wah sedap ini. Apalagi jika Anda sudah punya penghasilan 15 juta sebulan seperti syarat diatas. Artinya, tiap bulan Anda bisa alokasikan 3 juta untuk investasi (entah untuk beli emas atau reksadana).
Dengan fasilitas auto debet, kita bisa secara otomatis mengalokasikan dana setiap bulan untuk investasi (auto debet membuat kita lebih disiplin).
Jika dibelikan reksadana, setiap bulan 3 juta, mulai usia 35 tahun hingga pensiun di usia 56 tahun, maka hasilnya bisa amat mencengangkan (dengan asumsi pertumbuhan reksadana sama seperti 20 tahun terakhir).
Tapi mas, saya ndak sanggup menyisihkan 3 juta per bulan. (*Lalu mendadak hening. Langit terasa muram. Dan pandangan mata kosong menatap masa depan yang terasa begitu panjang*).
Langkah 62 : Mencapai Total Aset Lancar Rp 1 Milyar. Aset lancar artinya mudah di-uangkan seperti emas, tabungan dan reksadana (tidak termasuk tanah dan rumah).
“Wah saya ndak mungkin mendapatkan uang segitu besar mas”.
HATI-HATI dengan ALAM BAWAH SADAR ANDA. Kalau reaksi kalimat seperti itu yang muncul di benak Anda persis ketika membaca langkah ke 62 diatas, maka bielieve me, Anda memang tak akan pernah mencapainya.
INGAT, reaksi dalam hati adalah indikasi mindset dan alam bawah sadar Anda. Kalau reaksi Anda negatif, bisa jadi itu pertanda bahwa mindset Anda memang akan terus membawa Anda dalam jalur kemiskinan dan kekurangan.
Kalau reaksi Anda ketika membaca langkah ke 62 adalah seperti ini : “Hmm….banyak juga ya….namun Insya Allah saya akan mampu mencapainya sebelum usia 40 tahun…..”, maka alam semesta akan mendengarkannya, dan pelan-pelan akan menuntun Anda untuk benar-benar meraihnya.
Langkah 100 : Penghasilan Pasif Lebih Besar daripada Pengeluaran Bulanan. Ini langkah terakhir, dan inilah yang disebut sebagai “financial freedom”. Anda duduk leyeh-leyeh, uangnya terus mengejar Anda (bukan Anda yang terus menerus mengejar uang. Cape deh).
Penghasilan pasif mungkin bisa didapat dari bunga deposito, puluhan ruko yang disewakan, seratus kamar kos-kosan di Jogjakarta, bisnis yang sudah berjalan sendiri karena sistem sudah solid, atau mungkin juga karena Anda dapat warisan sawah 10 hektar dari bokap di kampung.
Demikianlah sejumlah langkah dari 100 langkah untuk menuju kemakmuran.
100 langkah yang diuraikan dalam buku itu mungkin perlu di-laminating dan dibaca berulang setiap enam bulan sekali : jadi reminder agar kita terus bekerja dengan cerdas dan keras untuk menggapai financial freedom yang sejati.
Selamat bekerja teman-teman. Take your steps to reach your financial dreams.
Sumber : http://strategimanajemen.net/2013/06/16/100-langkah-untuk-tidak-miskin-langkah-jitu-untuk-membuat-anda-makmur/
Kebangkitan Brand Indonesia melawan Dominasi Brand Asing
Brand is the oxygen of your business. Begitu Dave Aaker pernah menulis dalam masterpiecenya yang berjudul “Managing Brand Equity”. Faktanya, brand atau merk merupakan roh yang amat krusial untuk menentukan apakah sebuah bisnis layak melejit, atau lebh layak masuk got.
Tanpa brand, sebuah produk bisa jatuh hanya menjadi komoditi. Tanpa brand, produk tak akan memiliki diferensiasi. Tanpa brand, produk tak akan pernah dikenang menjadi legenda.
Sialnya, brand-brand yang menelusup di sekujur tubuh kita acapkali berasal dari luar negeri. Brand asing terasa begitu cerdik merasuk dalam raga kita. Membujuk. Merayu. Dan terus menggoda.
Tak usah jauh-jauh : tengok kamar mandi Anda. Ada Pepsodent. Ada Clear. Ada Lux. Ada Lifebouy. Kita tahu, semua produk ini adalah brand asing.
Lebih dekat lagi : rogoh saku celana Anda. Maka yang muncul adalah Samsung, atau BlackBerry, atau iPhone. Didalamya ada aplikasi Google dan Twitter. Semua brand asing juga.
Di jalanan, Yamaha dan Honda terus meliuk-liuk. Dan disudut jalanan neon terang menampilkan logo Starbucks, McD, atau Seven Eleven. Brand asing terasa begitu intim hadir dalam jiwa kita. Tsaah.
Jangan-jangan celana dalam Anda merek asing juga. Beha istri atau pacar Anda juga memakai brand asing. Begitu mendalam penetrasi brand luar negeri dalam kehidupan kita.
Dilatara oleh fakta itu, rekan saya Yuswohady, salah satu pakar marketing visioner di negeri ini, meluncurkan buku terbarunya bertajuk : Beat the Giant – Strategi Merk Indonesia Menandingi Merk Global dan Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri.
Dalam buku itu, secara memikat Yuswohady mendedahkan beragam strategi yang layak diracik agar brand-brand lokal bisa membangun brand yang legendaris dan punya reputasi kinclong.
Menurut dia, setidaknya ada empat tipe strategi local brands yang bisa di besut untuk menandingi dominasi brand luar negeri di negeri Indonesia. Dalam tulisan di blog ini, kita mau ulik dua diantaranya (kalau mau lengkap ya beli bukunya dong).
Strategi # 1 : National Champion atau brand lokal yang memiliki keunikan lokal, sekaligus memiliki kapasitas setara dengan global best practices.
Brand lokal yang sudah mapan seperti BRI, Teh Botol Sosro, Hotel Santika, dan Femina ada di posisi ini. Merek-merek lokal di posisi ini paling siap dalam menghadapi merek global secara head-to-head dengan cara membangun local differentiation.
Hotel Santika misalnya, membangun keunggulan lokal melawan hotel-chain asing dengan mengembangkan konsep layanan Indonesia hospitality yang berbasis pada kearifan lokal (local wisdom) Indonesia.
Strategi # 2 : Global Chaser. Ini adalah pemain lokal yang by-default tidak memiliki keunikan lokal, tapi memiliki kapasitas modal, SDM, manajemen, dan teknologi yang sejajar dengan merek-merek global.
Pemain-pemain lokal seperti Polygon, Telkom, Pertamina Pelumas, Mayora, Indofood, Semen Gresik, Bank Mandiri ada di posisi ini.
Pilihan strategi yang bisa mereka ambil adalah terus mengejar kapasitas global best practices dan kalau perlu membangun daya saing dengan masuk ke pasar-pasar regional/global.
Global chaser seperti Polygon, Indofood, Pertamina Pelumas misalnya, mulai agresif membangun daya saing dengan memasuki pasar Asia, Eropa, dan Amerika. Strategi generik pemain di posisi ini adalah: EXPAND to Global Market.
Tak pelak buku Beat the Giant ini merupakan bekal yang berharga bagi para pelaku bisnis untuk tekun merawat dan membangun strong brands.
Kita tahu, Indonesia akan jadi kekuatan ekonomi no 7 dunia di thn 2030. Itulah kenapa brand-brand luar negeri begitu masif menyerbu setiap sudut negeri ini. Yang kadang muncul adalah fenomena “Brand Invasion and Brand Colonization”.
Brand-brand lokal pada akhirnya mungkin kudu terus bangkit dan “melawan”. Sebab pertempuran modern saat ini dalam era bisnis adalah “war on branding”.
Sumber : http://strategimanajemen.net/2013/05/20/kebangkitan-brand-indonesia-melawan-dominasi-brand-asing/
Opportunity Cost : Kesalahan Terselubung yang Bisa Menghancurkan Sejarah Hidup Anda
Opportunity cost mungkin secara sederhana bisa dipahami seperti ini : kerugian fatal yang terjadi gara-gara kita tidak melakukan sesuatu. Atau juga seperti ini : kerugian masif yang terjadi lantaran kita melakukan sesuatu yang keliru selama bertahun-tahun.
Dan kabar muramnya : begitu banyak jalan sukses menjadi lenyap karena kita terpeleset dalam blunder opportunity cost yang masif. Atau kita begitu terlambat menggapai keberhasilan (mungkin setelah mendekati usia pensiun) hanya karena kita tidak sadar dengan jebakan opportunity cost.
Di pagi yang cerah ini kita mau mengulik serangan opportunity cost ini. Sebab, kita semua, mungkin hingga hari ini telah lama tenggelam dalam blunder opportunity cost yang melenakan.
Sejatinya, ada banyak contoh opportunity cost bertebaran disekeliling kita : dalam dunia sekolah, dunia kerja dan juga dunia keuangan pribadi kita.
Dalam dunia kuliah, contohnya melimpah. Ada orang yang kuliah teknik sipil selama 5 tahun. Setelah lulus jadi pedagang batik. Ada orang kuliah hukum, setelah lulus jadi sales asuransi. Ada anak lulus fakultas pertanian, lalu bekerja di pabrik sepatu.
Itu semua adalah contoh opportunity cost yang masif : waktu belajar selama 4 – 5 tahun di kampus menjadi hilang sia-sia. Waktu 5 tahun yang krusial digunakan untuk belajar sesuatu yang kelak tak lagi terpakai secara optimal (atau bahkan tidak terpakai sama sekali).
Lalu kenapa harus spend waktu yang begitu panjang (hingga 5 tahun lamanya) untuk sebuah kesia-siaan? Waktu 5 tahun yang teramat berharga menjadi mubazir (mungkin ini kenapa dulu Steve Jobs, Bill Gates dan Zuckerberg memilih D.O : mereka mungkin sadar akan bahaya opportunity cost itu).
Dalam dunia kerja, contohnya juga melimpah. Ada teman yang 8 tahun kerja di tempat yang sama, dan karirnya stuck : tidak bergerak kemana-mana. Stagnasi karir selama 8 tahun itu adalah opportunity cost yang mahal bagi dia. “Periode yang hilang” dalam sejarah hidupnya. Jika ia berani pindah ke perusahaan yang lain yang tumbuh, mungkin karir dia akan jauh lebih baik.
Ada juga contoh lain : seorang manajer berhasrat memiliki bisnis sampingan. Ide bisnis sudah dirancang, dan observasi pasar menunjukkan potensi sangat menjanjikan. Hanya soalnya : ide bisnis yang keren itu tidak pernah ia eksekusi (mungkin lantaran terlalu banyak dipikir, dianalisa, dipikir lagi, dianalisa lagi).
4 tahun sudah berlalu, dan ide bisnis itu tak jua kunjung di-jalankan. Dan sepanjang masa 4 tahun ini, ide bisnisnya sudah keburu dijalani oleh orang lain yang punya ide sama dan sukses. Opportunity cost yang mahal bagi si manajer itu. Kini ia hanya bisa manyun.
Dalam bidang keuangan personal, banyak sampel juga. Ada orang yang punya tabungan 200-an juta. Ia lalu memutuskan untuk mengambil kredit mobil Mitsubishi Pajero Sport (keren dong). Rekannya punya tabungan yang hampir sama. Hanya ia lebih memilih menggunakan uangnya untuk membeli reksadana saham.
Apa yang terjadi 3 tahun kemudian? Nilai reksadana temannya itu naik hampir 100%. Sementara mobil Pajero-nya yang keren itu mengalami depresiasi (mungkin sekitar 30% dari hari belinya). Dari contoh ini kita bisa melihat : siapa yang mengalami opportunity lost yang masif.
Dari beragam sampel diatas, kita bisa melihat opportunity cost terjadi karena dua hal. Yang pertama : salah mengambil pilihan. Yang kedua : tidak berani mengambil pilihan.
Apapun jenisnya, jebakan opportunity cost ini yang acap membuat jalan sukses kita menjadi buram dan redup. Kita tidak meraih sukses dan tidak berhasil merajut kemakmuran yang melimpah bukan karena kita bodoh atau lantaran tidak punya skills.
Kita acapkali gagal lantaran kita terpelanting dalam jebakan opportunity cost yang teramat panjang dan sering tanpa disadari.
Dan sialnya, ketika sadar, kita tetap membiarkan diri dalam kubangan opportunity lost itu, dan menikmatinya hingga entah sampai kapan.
Sumber : http://strategimanajemen.net/2013/05/27/opportunity-cost-kesalahan-terselubung-yang-bisa-menghancurkan-sejarah-hidup-anda/
Friday, July 19, 2013
TUGAS 14
TUGAS 13
Setelah tahapan perencanaan, pengorganisasian dan pembuatan pesan-pesan bisnis dilakukan langkah selanjutnya adalah melakukan perbaikan (revisi) terhadap pesan-pesan bisnis..Revisi ( Perbaikan ) pesan merupakan tahap terakhir dalam proses penyusunan pesan bisnis. Pada tahap ini, dilakukan kegiatan menyunting (editng), menulis ulang pesan dan mencetak pesan. Tahap revisi itu perlu dilakukan untuk memastikan bahwa pesan yang direncanakan dan disusun sudah bebas dari kesalahan.
Revisi sangat diperlukan agar pesan bisnis yang telah direncanakan dan dibuat dapat sesuai dengan yang dikehendaki. Revisi ini berlaku terhadap seluruh komunikasi ‘menulis’, maupun untuk komunikasi ‘berbicara’ terutama yang memerlukan persiapan tertulis seperti presentasi.
A. Menyunting Pesan (Editing)
Setelah naskah pertama selesai, kebanyakan orang menganggap pekerjaan menyusun pesan telah selesai dan mulai beralih ke pekerjaan lainnya. Hal yang sesungguhnya tidaklah demikian. Menyusun pesan bisnis memerlukan proses yang dilakukan dengan hati-hati. Draft pesan yang telah selesai harus ditelaah ulang ( review) da diperbaiki lagi, baik dari sudut isi amupun gaya bahasa yang digunakan, organisasi, serta format penulisannya.
1. Revisi Isi, Organisasi, Gaya Penulisan, dan Format.
Idealnya,naskah pertama dibiarkan selama beberapa saat sebelum memulai proses penyuntingan. Evaluasi dimulai dengan membaca secara cepat dan memusatkan perhatian pada isi, organisasi, dan format pesan. Draft pesan dibandingkan dengan rencana semula. Pertanyaan-pertanyaan berikut bias dijadikan pedoman dalam melakukan evaluasi terhadap isi, organisasi dan format pesan:
Apakah kita telah memasukkan butir-butir pesan dengan urutan yang logis?
Apakah ada keseimbangan yang baik antara yang umum dan yang khusus?
Apakah pokok pikiran yang paling penting telah memperoleh porsi yang cukup?
Apakah kita telah memberikan fakta-fakta pendukung dan melakukan pemeriksaan ulang terhadap fakta-fakta yang ada?
Bagian awal dan akhir memiliki dampak yang paling besar bagi penerima. Pastkan bahwa bagian awal relevan, menarik dan sesuai dangan kemungkinan reaksi penerima. Bagian akhir dikain ulang untuk memastikan bahwa gagasan pokok telah dirngkas dengan baik dan memberikan kesan positifpada penerima.
Dalam menyampaikan pesan bisnis, peranan kata menjadi sangat penting artinya. Penggunaan kata yang sama sekali tidak diketahui atau sangat asing bagi audiens, bukan saja pemborosan atau membuang waktu, tetapi yang lebih penting dari itu adalah penyampaian maksud komunikasi menjadi terganggu. Ada beberapa yang perlu dicermati sehubungan dengan pemilihan kata dalam sebuah pesan bisnis.
Pilihlah kata yang sudah dikenal oleh audiens.
Pilihlah kata-kata yang singkat (efisien).
Hindari kata-kata yang bermakna ganda.
3. Penggunaan Kalimat yang Efektif
Kalimat yang efektif adalah kalimat yang memenuhi dua syarat berikut:
Mampu mewakili pikiran atau perasaan pembicara atau penulissecara tepat.
Mampu menimbulkan pengertian yang sama tepat dalam pikiran atau perasaan pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembicara atau penulis.
Jika kedua syarat ini dipenuhi maka kemungkinan terjadinya salah paham antara mereka yang terlibat dalam komunikasi dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan. Untuk menciptakan sebuah kalimat yang efektif ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: kesatuan gagasan, kepaduan yang baik, penekanan, variasi, paralelisme, dan penalaran.
Contoh:
Semua karyawan perusahaan tersebut mendapat penjelasan tentang sistem penggajian yang baru (Kesatuan Tunggal)
Ia bekerja di unit keuangan pada perusahaan itu, tetapi ia merasa kurang cocok di bagian keuangan (Kesatuan yang mengandung pertentangan)
Contoh:
Adik saya yang paling kecil memukul anjing di kebun kemarin pagi, dengan sekuat tenaganya (Kepaduan yang baik)
B. Menulis Ulang Pesan
Ernest Hemingway pernah menyatakan bahwa “tidak ada yang disebut menulis yang ada hanya menulis ulang” Pada kenyataannya, pelaku bisnis banyak melakukan kesalahan berikut:
1. Hanya memindahkan kata-kata dan tidak benar-beanr memperbaikinya
2. Tidak melakukan penulisan ulang karena dianggap membuang waktu
3. Mengirim dokumen pada saat-saat terakhir dibutuhkan.
Setelah penulisan ulang dilakukan dengan baik dokumen bisnis kemungkinan akan menjadi berjumlah separuh dari rencana semula. Dokumen menjadi lebih ringkas, mantap dan kuat.
C. Memproduksi Pesan
Setelah puas memproduksi pesan, organisasi, gaya , kemudahan dibaca, pilihan kata, pengembangan paragraf dan menulis ulang pesan, proses pembuatan pesan belum selesai. Draft ditulis ulang dengan baik atau diketik secara manual atau elektronis.
Pada masa sekarang ini, sebagian besar dokukmen bisnis dipsroduksi menggunakan computer. Berbagai aplikasi bias dipergunakanuntuk membuat desain agar pesan lebih menarik. Misalnya Ms. Word, desktop publishing, photoshop, dan lain-lain.