Memasuki tahun 2012, ekonomi Indonesia masih menghadapi
risiko atas ketidakpastain global yang tinggi kendati kinerja ekonomi Indonesia
tahun 2011 bisa menjadi modal besar memasuki tahun 2012 terutama karena
dukungan pasar domestik yang kuat.
Tantangan Global
Masih teringat jelas, sepanjang tahun 2011, isu krisis utang
dan defisit anggaran akut di Yunani membuat goncangan-goncangan ekonomi
terutama di pasar keuangan global, termasuk di Indonesia. Berbagai upaya
dilakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa (UE), dan khususnya
15 negara pengguna mata uang euro, ternyata tidak berhasil mengembalikan
keyakinan investor, bahkan pesimisme menguat bahwa krisis UE akan memakan waktu
yangg lama.
UE menghadapi problem fiskal yang berat dengan defisit
anggaran rata-rata tercatat 6,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan
rasio utang terhadap PDB sebesar 80 persen. Tidak hanya UE dijerat oleh krisis
fiskal, problem anggaran di Amerika Serikat (AS) juga sangat akut. Dengan
defisit anggaran sebesar 1,3 triliun dollar AS atau sekitar 8,6 persen dari
perkiraan PDB 2011 dan besarnya utang pemerintah yang mencapai 15,6 triliun
dollar AS atau sekitar 90 persen dari PDB. Krisis fiskal membuat AS kehilangan
peringkat tertingginya AAA selama 70 tahun menjadi AA+ pada 3 Agustus 2011
lalu.
Dalam perkembangan belakangan ini ekonomi AS mulai
menunjukkan perbaikan terutama dengan semakin membaiknya keyakinan konsumen dan
turunnya tingkat penggangguran menjadi 8,5 persen pada Desember 2011. Harapan
juga muncul dari UE seiring dengan semangat untuk melakukan konsolidasi fiskal
disertai injeksi likuiditas dalam bentuk pinjaman dari Bank Sentral Eropa (ECB)
kepada perbankan di UE dengan bunga hanya 1 persen dan tenor 3 tahun.
ECB dikabarkan masih akan menambah jumlah pinjaman tersebut
hingga mencapai 1 triliun euro. Tambahan likuiditas dalam jumlah yang cukup
masif ini juga memberi peluang mengalirnya dana UE tersebut ke emerging market
Asia, termasuk ke Indonesia. Apalagi disaat yang sama, kondisi ekonomi
Indonesia mempunyai kekuatan pasar domestik yang disertai dengan peningkatan
daya beli masyarakat.
Tantangan domestik
Struktur demografi Indonesia menjadi daya dukung pasar
domestik terrsebut. Jumlah penduduk dengan kategori kelas menengah - menurut
Bank Dunia adalah penduduk dengan pengeluaran antara 2 dan 20 dollar AS per
hari - meningkat sebanyak 50 juta antara tahun 2003-2010.
Selain dukungan demografi, kinerja makro Indonesia tercatat
solid menguat. Ketika pertumbuhan ekonomi dunia mengalami penurunan hingga
negatif (resesi), bersama Cina dan India - ekonomi Indonesia tumbuh positif.
Pertumbuhan ekonomi semakin solid di tahun 2010 yang mencapai 5,9 persen yoy,
dan 6,5 persen yoy pada tahun 2011. Disaat yang sama, angka inflasi turun,
cadangan devisa terus bertambah menembus diatas 100 miliar dollar AS.
Selain itu, ekonomi Indonesia juga didukung oleh sistem
keuangan yang relatif stabil. Indeks stabilitas keuangan tercatat semakin
rendah. Hasil perhitungan BI mencatat indeks stabilisasi sebesar 1,68 pada
Oktober 2011, turun dari 2,43 pada krisis 2008. Di pasar keuangan, Indonesia
berpotensi menjadi primadona investasi tahun 2012, terlebih lagi Fitch pada 15
Desember 2011 lalu menetapkan Indonesia masuk dalam kategori peringkat
investasi.
Tantangan ekonomi Indonesia di tahun 2012 justru berasal
dari sektor riil didalam negeri. Pasar domestik yang kuat bisa menjadi relokasi
pasar domestik sementara waktu. Tentunya pasar domestik Indonesia juga menjadi
incaran pasar impor terutama dari negara-negara Asia akibat mitra dagang mereka
di UE melemah. Akses ke perbankan yang tidak cukup mudah disertai bunga kredit
yang mahal, biaya logistik yang tinggi karena terbatasnya konektivitas dan
tentu saja infrastruktur yang tidak memadai dan masalah akut korupsi.
Pada saat yang sama pemerintah mulai 1 April mendatang akan
menaikkan tarif dasar listrik (TDL) rata-rata sebesar 10 persen dan akan melarang
mobil plat hitam menggunakan premium subsidi. Menurut pemerintah, kedua
komponen tersebut diperkirakan akan menambah inflasi sebesar 0,8 persen. Namun
kami perkirakan dampak totalnya memberikan tambahan inflasi hingga 2 persen.
Ekspektasi kenaikan inflasi ini akan membuat ekspektasi kenaikan suku bunga.
Faktor-faktor tersebut membuat daya saing produk domestik kalah dibandingkan
produk impor terutama untuk barang konsumsi.
Akankah produk Indonesia bisa bersaing di pasar sendiri
ditengah kemungkinan gempuran produk-produk impor yang lebih murah ditengah
kendala yang ada? Kuncinya adalah kredibilitas pemerintah. Rencana pemerintah
membangun berbagai proyek infrastuktur harus terealisasi dan pemerintah perlu
melakukan terobosan kebijakan dalam jangka pendek.
Saatnya pemerintah juga agresif disisi fiskal, memastikan
serapan anggaran yang maksimal sehingga peran pemerintah mendorong pertumbuhan
yang bisa mengkompensasi kemungkinan perlambatan dorongan ekonomi dari
penerimaan ekspor. Intinya adalah bagaimana membuat pasar domestik menjadi
kekuatan ekonomi Indonesia ditengah berbagai risiko global saat ini. (Lana
Soelistianingsih, Ekonom Samuel Sekuritas/lana.soelistianingsih@e-samuel.com)